Beranda | Artikel
Hadits Adab Menghadiri Undangan
5 hari lalu

Hadits Adab Menghadiri Undangan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Shahih Jami’ Ash-Shaghir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 30 Dzulhijjah 1446 H / 26 Juni 2025 M.

Kajian Islam Tentang Hadits Adab Menghadiri Undangan

ائْتَدِمُوا بِالزَّيْتِ وَادَّهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ

“Jadikanlah lauk makananmu menggunakan minyak, dan silahkan engkau menggunakannya sebagai balutan (di rambut atau di kulit), karena sesungguhnya ia berasal dari pohon yang penuh berkah.” (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Al-Munawi Mengatakan: ائْتَدِمُوا بِالزَّيْتِ maksudnya makan dengan roti gandum/tepung kemudian dicampur dengan minyak (yang dimaksud adalah minyak zaitun).” (Faidul Qadir)

Sampai sekarang orang-orang Arab sering juga menggunakan minyak zaitun sebagai campuran ketika sarapan atau ketika makan nasi. Minyak zaitun ketika tidak ada campurannya atau masih kemasan yang awal ini manfaatnya besar. Bahkan sebagian dari mereka memang terbiasa meminum minyak zaitun. Ini adalah kebiasaan yang dilakukan karena pohon ini merupakan pohon yang penuh berkah. Dalam Al-Qur’an, pohon zaitun disebutkan dalam Surat An-Nur:

يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ

“(Semacam api) Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang mengandung berkah.” (QS. An-Nur [24]: 35)

Karena pohon zaitun mengandung keberkahan, maka ketika seseorang mengonsumsinya, diharapkan ia juga mendapatkan keberkahannya.

Hadits berikutnya

ائتدموا من هذه الشجرة – يعني الزيت – ومن عرض عليه طيب فليصب منه

“Gunakan laukmu dari pohon ini (yaitu menggunakan minyak) dan barang siapa yang ditawari minyak wangi hendaklah dia terima (dia pakai).” (HR. At-Thabarani)

Sampai saat ini, kebiasaan orang Arab menunjukkan sifat karam (kedermawanan). Mereka terbiasa berbagi, bahkan dalam hal-hal kecil seperti makanan ringan, serta mengajak orang lain makan bersama. Bahkan sampai mereka menggunakan minyak wangi sebelum shalat. Mereka mengeluarkan minyak wangi, lalu membagikannya kepada orang-orang di sekitarnya. Sebagian dari mereka bahkan sengaja berkeliling shaf untuk membagikan minyak wangi, dengan harapan memperoleh pahala.

Di antara anjuran syariat, apabila seseorang ditawari minyak wangi, maka jangan menolaknya. Sebaiknya diterima dan dimanfaatkan. Minyak wangi adalah pemberian yang ringan, tidak memberatkan orang yang memberi, dan tidak menyusahkan penerima hadiah. Maka apabila di beri minyak wangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan untuk menerima dan memanfaatkannya.

Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:

إِنَّمَا حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya di antara kesenangan dunia yang aku cintai adalah perempuan (yang halal) dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i)

Pembahasan tentang minyak wangi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai pernah mengatakan:

ثَلاَثٌ لاَ تُرَدُّ الْوَسَائِدُ وَالدُّهْنُ وَاللَّبَنُ

“Ada tiga hal yang tidak pantas untuk ditolak; bantal, minyak wangi, susu.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam riwayat ini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan arahan silakan menggunakan minyak zaitun untuk makan karena itu ada keberkahannya kemudian orang yang diberi minyak wangi hendaklah dia menerima dan memanfaatkan. Kalau sampai minyak wangi ditawar-tawarkan di majelis, berarti orang tersebut mempunyai perhatian dalam memperindah penampilan dengan mengharumkan bau badan. Ini satu hal yang sangat bagus.

Hadits berikutnya

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin memberikan teladan bahwa ketika seseorang diundang untuk makan, menghadiri undangan tersebut akan memberikan kebahagiaan bagi orang yang mengundang. Karena panggilan dan undangan itu dipenuhi, maka sebisa mungkin, jika seseorang diundang, ia hadir. Inilah sikap yang ideal.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ائْتُوا الدَّعْوَةَ إِذَا دُعِيتُمْ

“Penuhilah undangan apabila kalian diundang.” (HR. Muslim)

Perawi hadits ini adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau Abdullah bin Umar disebutkan dalam riwayat bahwasannya Apabila beliau diundang untuk makan, beliau tidak pernah menolaknya, baik itu undangan untuk walimatul ‘urs (pernikahan) maupun undangan lainnya. Kata “walimah” menurut sebagian ulama ditafsirkan sebagai jamuan makan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى وَلِيمَةٍ فَلْيَأْتِهَا، عُرْسًا كَانَ أَوْ نَحْوَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian diundang ke walimah, maka hendaklah ia memenuhinya, baik itu walimah pernikahan atau yang semisalnya.” (HR. Muslim)

Terlebih lagi apabila undangan tersebut bersifat khusus penekanan untuk memenuhi undangan itu lebih kuat berbeda dengan undangan umum. Namun apabila ada seseorang yang mengundang hanya untuk basa-basi maka tidak perlu untuk menghadirinya. Apabila dalam suatu undangan terdapat ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan yang tidak mahram), ada musik, atau bahkan terdapat kemaksiatan seperti minum khamar, berjudi, atau bentuk maksiat lainnya, maka tidak wajib bagi seseorang untuk menghadiri undangan tersebut—meskipun ia diundang secara khusus.

Jika seseorang melihat bahwa dalam acara tersebut terdapat kemaksiatan, maka tidak menghadirinya. Inilah yang diperhatikan oleh Para ulama hal ini Ini sekaligus menunjukkan keistimewaan dan kesempurnaan syariat Islam.

Hadits berikutnya

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ائذنوا للنساء أن يصلين بالليل في المسجد

“Izinkanlah para wanita untuk shalat meskipun pada malam hari di masjid.” (HR. Ath-Thayalisi)

Dalam Shahih al-Bukhari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ

“Jangan kalian larang hamba-hamba perempuan Allah dari (mendatangi) masjid-masjid Allah.” (HR. Bukhari)

Hadits ini berkaitan dengan izin kalau seandainya para wanita hendak ke masjid. Para ulama menjelaskan bahwa seorang wanita dianjurkan untuk meminta izin kepada suaminya apabila ia ingin pergi ke masjid. Dalam hadits ini, disebutkan bahwa wanita yang ingin salat di masjid hendaknya diizinkan. Hal ini menunjukkan bahwa hukum asal salat bagi wanita adalah di rumahnya, karena itulah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan hal tersebut.

kemudian kalaupun seandainya banyak kaum wanita yang ingin ke masjid karena memang ingin pengajian atau karena ingin salat mungkin karena kalau salat di masjid kadang-kadang lebih khusyuk memang mudah-mudahan ini menunjukkan bahwa dia akan mendapat pahala dari sisi dia datang ke masjid bisa lebih khusyuk kalau salat sendiri tidak.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian

Mari turut membagikan link download kajian “Hadits Adab Menghadiri Undangan” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55272-hadits-adab-menghadiri-undangan/